Selasa, 02 Oktober 2018

Review Catatan Subversif 1980 – Mochtar Lubis



Identitas Buku
Judul : Catatan Subversif
Penulis : Mochtar Lubis
Tempat : Jakarta, 1980
Penerbit : Sinar Harapan (Cetakan kedua)
Gambar Sampul : Bondan Winarno (berdasar gembok penjara Madiun)
Tebal Buku : 503 Halaman
Review Buku
Buku ini adalah himpunan catatan harian Mochtar Lubis yang mengisahkan perjalanan hidupnya. Ditulis dengan bahasa yang ringan dan  nyaman dibaca. Gaya penulisan yang digunakan pun seperti diary. Yang mana setiap hari atau dua hari sekali ia menulis dalam catatannya ini meskipun kegiatan dihari itu  tidak penting. Cerita dalam tulisannya berisi gambaran tentang perjuangan diri mempertahankan kebenaran ditengah gejolak politik orde lama.
Mochtar merupakan pendiri harian Indonesia Raya. Perjalanan dimulai atas ketidakadilannya penangkapan Mochtar beserta tahanan politik lainnya karena tidak adilnya hukum pemerintahan diatas kepemimpinan Soekarno. Sehingga terjadilah inflasi di negara Indonesia. Kegundahan dan keresahan Mochtar Lubis diawali disebuah Tahanan CPM Jalan Guntur. Ia disekap selama tiga hari. Tak berhenti smapai disitu, penderitaan itu berlanjut kembali selama 14 hari di Rumah Tahanan Militer di Jalan Budi Utomo, dan disusul pula dengan tahanan rumah selama empat setengah tahun.
Perasaan campur aduk dirasakan jika membaca buku ini. Haru, kagum, senang, sedih dapat dirasakan melalui tulisannya. 24 Desember 1956 Mochtar dipindahkan ke rumah Tahanan Militer. Menggigillah badan kita kengerian jika memikirkan nasib tahanan militer seluruh Indonesia yang mengalami nasib seperti yang digambarkan pada buku tersebut. Pada 12 Januari 1957 saat Mochtar pun mendapat kesempatan untuk membela dirinya, namun sidang terus saja ditunda.  Beberapa hari selanjutnya diumumkan bahwa ia tidak boleh menulis. Dengan demikian pengasingan atau isolasi dari masyarakat lengkaplah terhadap wartawan satu ini. Tak disangka, Mochtar terpilih sebagai tokoh Indonesia tahun 1956 atas perjuangan jihadnya.
Kemudian Mochtar kembali menerima aturan bahwa ia tidak boleh berkomunikasi, keluar rumah, hingga mengarang. Namun, alasan ditangkapnya masih saja ditekankan, bahwa bukan karena profesinya sebagai wartawan. Harian Indonesia Raya dilarang terbit atas kehendak Soekarno. Kondisi Indonesia saat itu perlahan mulai hancur. Hingga banyaknya pihak yang menyatakan secara terang-terangan kesalahan Soekarno. Tetapi ia masih saja duduk di kursi kedudukannya dan tidak seorang pun dapat mengubah keadaan tersebut.
Sidang Mochtar terus saja diundur. International Press Institute (IPI) di Amsterdam beserta pihak lainnya banyak yang mendukung Mochtar. Saat 30 July 1957, Hakim membebaskan Mochtar. Ia merasa gembira dan bahagia, karena melihat hakim yang cukup kuat pribadinya, keyakinannya pada kebenaran hukum di tekanan politik yang hendak menyalahgunakan undang-undang dan hukum untuk memuaskan politik orang yang berkuasa. Pada akhirnya, harian Indonesia Rayaterpilih sebagai harian yang terbaik di Indonesia dan Mochtar sebagai wartawan terbaik dalam angket pers yang diadakan perhimpunan Mahasiswa Perguruan Tinggi Ilmu Kewartawanan dan Politik di indonesia.
Meskipun Soekarno melarang seluruh surat kabar memberitakan tentang Mochtar, masih banyak pihak luar negeri yang meminta Mochtar untuk kembali menulis surat kabar. Mochtar diberi hadiah Ramon Magsaysay untuk Jurnalistik dan Kesastraan, pada 15 Agustus 1958 dari Manila. Dan harian Indonesia Raya berhasil berdiri kembali pada 28 Juli 1958. Pada buku ini turut diceritakan perjalanan politik masa Soekarno. Dimana keadilan tidak ditemukan pada masa itu. Terbukti dalam tulisan itu bahwa belum pernah pers Indonesia yang telah berjuang untuk bangsa begitu kuat, menderita begitu banyak, dihukum begitu hebat untuk menutup kesalahan yang dilakukan orang berkuasa. Mochtar mendapat undangan untuk menghadiri sidang IPI. Disamping itu, ia mendapat kehormatan istimewa oleh ketua sidang untuk menguraikan masalah yang dihadapi kemerdekaan pers di Asia dan Afrika.
Tibanya di Indonesia, Mochtar kembali dianggap bahwa pidatonya merupakan serangan langsung terhadap Manipol dan Usdeknya Soekarno. Mochtar pun ditahan kembali. Kabar-kabar angin terus saja berdatangan bahwa mereka akan dibebaskan dari tahanan. Dalam buku harian ini, Mochtar terus saja menyusun cerita kawannya di tahanan satu persatu. Kebahagiaan, duka, canda gurau pun ia tulis dalam catatannya ini. Setiap hari terus saja terdengar isu kebebasan mereka. Namun itu hanyalah sebatas kabar sampai Mochtar bersama kawanannya dipindahkan ke Madiun. Sungguh ironis. Setahun berlalu, Soekarno berhasil melarang terbitnya 21 suratkabar dan hanya boleh terbit jika ada ormas pendukungnya. Sedangkan Soekarno, Subandrio dan sekumpulannya masih berteriak tentang adanya kemerdekaan pers di Indonesia. Sungguh aneh karena saat itu diumumkan pula larangan membaca suratkabar padahal seluruh berita telah diwajibkan mendukung politik pemerintah.
Kondisi Indonesia semakin kacau. Mochtar bersama kawannya masih berada dalam tahanan. Mereka kembali dipindahkan pada 15 Februari 1966. Sedangkan PKI dibubarkan pada masa itu. Keruntuhan Soekarno semakin terlihat saat Istana dikepung oleh pasukan liar. Malam harinya, dikirimkan  delegasi ke istana bogor untuk meminta tanda tangan Soekarno untuk memberikan kuasa penuh kepada Soeharto. Hingga terjadi “Trisakti” pada 20 Maret 1966. Terbuktilah rontoknya kekuasaan Soekarno. Suratkabar telah menyiarkan berita tentang korupsi pemimpin rezim Soekarno.
Terjadilah kebangkrutan partai politik akibat kolaborasi mereka dengan Soekarno dengan komunis di masa lampau. Hingga 17 mei 1966 jaksa Sudrajad membawa surat pembebasan Mochtar. Sesampainya dirumah, beragam ucapan selamat dikirim kerumahnya. Mochtar kembali bebas, kembali dalam perjuangan menegakkan kemerdekaan serta kebenaran di Indonesia, dan kembali ditengah rakyat Indonesia.
Disisi lain dari buku ini digambarkan pula bahwa Mochtar memiliki sifat penyayang. Terlihat saat ia masih terus menulis, mengirim lukisan, serta berkirim surat kepada istrinya saat berada di tahanan.
Pelajaran yang dapat dipetik dalam buku ini adalah perihal pengalaman buruk yang diderita bangsa Indonesia dibawah telapak kaki rezim Soekarno yaitu jangalah memimpin suatu hal dengan sebuah kebohongan, kepalsuan, dan keserakahan atas kekuasaan. Serta perlu dilihat bahwa perjuangan Mochtar untuk memberikan kebenaran kepada pemerintah atas tidak adilnya peraturan yang ada. Dia terus berusaha, dan memberanikan diri untuk mengungkapkan kebenaran.

Disusun oleh :
Umi Rotul Marwiyah 
Adlin Nivicera
Raden Dimas Bagus
Ade Verdinata
-Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS)

Praktikum 15 - Otomasi Lintas Aplikasi

1. Tujuan  Mahasiswa dapat mempelajari visual programming melalui tool untuk integrasi antar aplikasi 2. Alat - Zapier (https://zapier....